Jerman telah mengancam akan menutup Telegram jika layanan perpesanan terus melanggar hukum yang berlaku di negara tersebut.
Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser mengatakan Telegram akan dilarang jika digunakan secara luas oleh kelompok sayap kanan dan mereka yang menentang pembatasan pandemi, sebagaimana dikutip dari Independent pada Kamis, (13/1/2022).
“Kami tidak dapat mengesampingkan hal ini. Larangan akan menjadi serius dan tentu saja merupakan pilihan terakhir,” kata Faeser kepada Die Zeit.
Dia menambahkan bahwa Jerman saat ini sedang berdiskusi dengan mitra di Uni Eropa bagaimana mengatur Telegram.
Telegram adalah aplikasi perpesanan yang telah berkembang dan menjadi salah satu cara termudah untuk menggunakan layanan obrolan terenkripsi, melindungi pesan dari pengintaian saat dikirim di antara pengguna. Aplikasi ini juga menyediakan sistem grup yang memungkinkan pesan didistribusikan dengan cepat.
Namun, fitur yang sama ini kontroversial karena memungkinkan penjahat dan kelompok lain untuk menyusun strategi untuk menghindari tindakan hukum.
Di Jerman, Telegram dipandang sebagai sumber teori konspirasi dan ujaran-ujaran kebencian, terutama saat negara tersebut berusaha memerangi COVID-19.